CATATAN PERJALANAN ZIARAHI PARA KEKASIH (Bagian 1)
CATATAN PERJALANAN
ZIARAHI PARA KEKASIH (Bagian 1)
Sejenak surya memberi salam
Perlahan berangsur rebah ke atas tilam
Jarum jam di dinding bergerak malas
Detaknya merajuk seraya memelas
Sementara di lantai tampak riang jejeran koper dan tas
Tak ada kesah meski lambung sesak tampak sulit bernapas
Saat kumandang azan menggema
Alunannya terdengar lebih ceria dari yang biasa
Gejolak jiwa pun menggelora beredar menghibur ruang-ruang yang mendadak
hampa
Sementara jarum jam tergolek menggantung di dinding lemas
Berderap pintu-pintu berdiri tegak jalani laku bhayangkara dengan
pandangan awas
Baiklah helai-helai kusut telah tersetrika halus
Tibalah waktu bersimpuh khusyuk di hadapan Yang Maha Tahu
Harap safari tetap dalam nuansa reliji
menghibur hati tanpa hasilkan letih
Selanjutnya langkah diawali doa pemandu jiwa penjaga raga
Senandung zikir tauhid pun menggema
Jiwa-jiwa pendamba menengadah berharap ridha-Nya
Berikut ampunan bagi diri, sahabat, kerabat, dan saudara selangkah
seirama
Oh ya, jadwal pemandu langkah telah diatur agar safari tidak
keluar jalur
Cukup sudah membulat harap bahwa pinta telah terjawab
Roda pun senang bergulir diiringi senandung tembang lawas
Lalu berangsur menimang para penunggang hingga tertidur pulas
---
Tibalah surya hendak kembali mentas
Ekor serigalanya mengibas menyentak lubang napas
Ya! inilah destinasi yang tersebut dalam itinerary
Kali pertama mendarat di Demak, kota wali
Sontak mendadak kami menjadi santri
Di sini berlimpah hikmah menyesap relung hati
Terduduk kami melafal zikir menguntai doa pada ilahi
Terkagum kami membaca kisah para kekasih menganyam Islam menjahit
Iman
Menjadi pakaian yang nyaman untuk dikenakan
Kekaguman tentu bukan sebuah penyekutuan
Kicauan perkutut saja yang kerap kacaukan kesyahduan para pencinta
Kenikmatan jadi luntur langkah pun ngawur
---
Selanjutnya ‘lentog’ mengajari kami untuk mengerti kekayaan khazanah
kuliner negeri
Hei! Perjalanan masih cukup pagi
Kandungan energi dalam diri sangat cukup untuk jalani uji nyali
Ya! Kami pun berlompatan seperti bocah-bocah yang baru mendapat mainan
Ayolah!
Pendakian Gunung Muria dengan cara terbarukan
berhasil menjauhkan diri dari kelelahan badan
Tapi, wow! Nyawa kami bak hendak melompat lepas dari badan
“Alhamdulillah!” ucap seorang pencinta selepas bergelut dengan suasana
kalut
Kami pun salut dalam rasa takut yang membalut
sempat ia loloskan tangan untuk meliput
Sebentar kemudian kami telah duduk di antara keramaian
Rapalan zikir dan doa rerumputan lambungkan kepasrahan pada Tuhan
serta pengakuan pada keindahan jejak-jejak kekasih Tuhan
---
Lanjut dengan siang menyambut
kami di kota santri menyeruput
kuah gurih kaldu daging bukan sapi
buah teladan kebijakan seorang kekasih
agar yang lebih dulu ada tidak risih apalagi tersisih
Pada sang kekasih kami haturkan diri
Doa pun dipanjatkan meski tak lirih
Ternyata kebersamaan dan kebisingan justru menghadirkan keyakinan
penerimaan Tuhan pada pinta hamba-hamba yang penuh kekurangan
Dan segala keringanan yang kami dapat selama perjalanan
Nikmat meresap kami cecap bersama hadirnya pengetahuan
---
Petang datang
Menjelang malam panjang
Di simpang alun-alun kami buang penat
Di wilayah kegiatan warga berpusat
Mestinya ini bukan tempat yang tepat tuk ambil rehat
Tetapi Kudus kota terkecil di area tengah Jawa
Pusat kota tak semeriah yang dikira
Meski cahaya berpendar namun kota tak menjadi bingar
---
Malam pun bertandang membawa kegelapan
Tak dinyana ternyata senyumnya penuh persahabatan
Rasa bersahabat hilangkan curiga hingga ringan kami serahkan tangan
digandeng menuju telaga
yang melimpah rasa meruap tanggap
Sungguh malam saat itu sangat bersahabat
Sekali ini tangannya kami jabat erat,
sobat kau telah membuat kami di sini berbalur nikmat.
Kau jamu kami hingga basmalah lupa terucap.
Kau buat kami sibuk dengan lidah berdecap
Wow! Sate lilit kerbaunya legit
Ayam gurih karya tangan Ibu Kasmini apalagi
Dan puding buah hasil tanam sendiri
mengajak lidah kami menari-nari
Ah! Sudahlah. Kau kan sudah paham apa yang hendak kami katakan
Tentang suara nyaring dari seberang jalan, bukan?
Sang malam pun mengangguk seraya tersenyum lalu ramah antar kami ke peraduan
Tapi rasa ingin bercengkerama masih mengemuka
Ke keramaian alun-alun kami jalan bersama
Ternyata lelah memaksa kami untuk mengaku salah
Dan sang malam pun tersenyum lalu ramah antar kami tuk ambil jeda
Seraya di telinga ia berbisik, “rengkuhlah nikmat sebab waktumu di sini
hanya sesaat”
(bersambung)
Jagakarsa, 27 Juli 2023
A.J. Fatoni
Komentar